Jakarta, MonitorKabar – Pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana ambisius untuk menambah lebih dari 100 gigawatt (GW) kapasitas listrik dalam 15 tahun mendatang. Langkah ini sejalan dengan komitmen negara untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2060 dan mempercepat transisi menuju energi terbarukan.
Dari total penambahan tersebut, sekitar 75% atau 75 GW akan berasal dari sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, hidro, panas bumi, dan nuklir. Hal ini diungkapkan oleh Utusan Khusus Presiden, Hashim Djojohadikusumo, pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) di Baku, Azerbaijan. Hashim menekankan bahwa proyek-proyek ini merupakan bagian dari komitmen Presiden Prabowo Subianto terhadap Perjanjian Paris dan upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Saat ini, kapasitas terpasang listrik Indonesia melebihi 90 GW, dengan lebih dari separuhnya masih bergantung pada batu bara, dan kurang dari 15% berasal dari energi terbarukan. Rencana penambahan kapasitas ini diharapkan dapat mengubah komposisi tersebut, meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional, dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Namun, rencana ambisius ini tidak tanpa tantangan. Pemerintah perlu menarik investasi asing yang signifikan untuk membiayai proyek-proyek energi terbarukan ini. Selain itu, diperlukan reformasi kebijakan untuk mengatasi hambatan regulasi dan memastikan bahwa proyek-proyek ini dapat berjalan sesuai jadwal. Penghapusan subsidi batu bara dan peningkatan infrastruktur energi bersih menjadi beberapa langkah yang perlu diprioritaskan.
Selain fokus pada energi terbarukan, Indonesia juga berencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sebagai bagian dari upaya diversifikasi sumber energi dan mencapai target penambahan kapasitas listrik tersebut.
Langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk berperan aktif dalam upaya global mengatasi perubahan iklim dan mencapai pembangunan berkelanjutan melalui transisi energi yang inklusif dan ramah lingkungan.